Jum’at 15 November 2024, kami menuju Katanning, kota kecil berpenghuni sekitar 4000 jiwa dengan 60 rumah keluarga muslim, memiliki hanya satu masjid.
Kami memulai perjalanan dakwah ini selepas Sholat Jumat dari Masjid Cannington, Perth. Rombongan terdiri dari 14 orang, menggunakan empat mobil, menuju Katanning, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar 300 kilometer di utara Perth. Dari rombongan ini, empat orang berasal dari Indonesia, sementara sepuluh lainnya merupakan Muslim di Australia yang berasal dari berbagai latar belakang.
Di antara mereka, ada Luke, seorang mualaf asli Australia; Gabriel, keturunan campuran Australia-Palestina, Muhammad Tonga dari Kepulauan Samoa; Ahmad dari Turki; Musa dari Afghanistan; Ibrahim dari Lebanon; serta Audi yang berasal dari Malaysia. Keberagaman ini mencerminkan indahnya persatuan dalam Islam, di mana perbedaan latar belakang tidak menjadi penghalang untuk berdakwah bersama, tetapi justru mempererat ukhuwah.
Perjalanan ini dipimpin oleh Ustadz Saeed Kamyabi (Humas FMMB), seorang dai yang telah melakukan khuruj di lebih dari 20 negara. Pengalamannya memungkinkan beliau mengelola dinamika jamaah dengan baik, termasuk mengatasi perbedaan bahasa, budaya, dan selera. Selama perjalanan, rasa kebersamaan terbangun kuat. Setiap anggota jamaah saling membantu, mengajar, dan belajar.
Setelah kami di selesai di dalam Kota Perth maka Katanning adalah kota yang menjadi tujuan khuruj bekerjasama dengan para pekerja dakwah lokal. Katanning memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Islam di Australia. Kota ini merupakan tempat bermukimnya komunitas Muslim awal yang datang dari Afghanistan dan India pada abad ke-19 untuk bekerja sebagai pedagang dan penggembala unta. Masjid Katanning, yang dibangun oleh komunitas Muslim tersebut, menjadi simbol keberadaan Islam di wilayah ini. Hingga kini, masjid ini tetap menjadi pusat aktivitas keagamaan dan sosial bagi komunitas Muslim setempat.
Sekarang, Ahad 17 Nov, kami melanjutkan perjalanan ke Albany dengan dua mobil, sementara dua mobil lainnya kembali ke Perth karena sebagian jamaah harus bekerja keesokan harinya. Selama perjalanan, diskusi tentang pentingnya usaha atas iman sebagai modal untuk dapat memakmurkan masjid menjadi topik yang banyak dibahas. Di Indonesia, keberadaan masjid yang begitu melimpah adalah nikmat besar yang sering kali kurang disyukuri. Banyak masjid yang hanya ramai saat waktu sholat tertentu, tetapi sepi dari aktivitas yang menghidupkan iman, seperti halaqah ilmu atau dakwah.
Melalui perjalanan ini, kami semakin menyadari pentingnya menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan umat, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi. Masjid bukan hanya tempat untuk beribadah, tetapi juga tempat membangun iman dan ukhuwah.
Perjalanan dakwah ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang menguatkan tekad untuk terus menyampaikan Islam dengan cara yang damai dan penuh hikmah. Kami berharap perjalanan ini menjadi asbab hidayah, tidak hanya bagi masyarakat Australia, tetapi juga umat Islam di Indonesia dan seluruh dunia.
Reporter: Khairul TP, Katanning Mosque
Western Australia